07/04/2012

Rindu Tanpa Kata


 
(Sumber Google)

APAKAH kau mengetahuinya? Ada segumpal hasrat yang terus membuncah dalam anganku. Kian hari kian tak terbendung. Ingin kuat menepisnya malah lemah menjadikannya lejit. Otakku berusaha bungkam menampik riaknya, tetapi justru tubuhku dibuatnya bergelutan tidak karuan. Hasrat itu semakin betah mengendap di alam bawah sadarku. Jadilah ia sebagai fantasi-fantasi tak berkesudahan dalam setiap tidur dan sadarku. Di setiap pagi, kulayangkan khayal itu setinggi awan. Melesat sampai ke kolong langit, terus dan terus menaik menembus lapisan langit paling luar. Sampai akhirnya tersungkum di pelataran mimpi.

Apakah kau memahaminya? Ketika di sore hari yang indah bersamamu di taman itu, cuma tajam tatapmu kujadikan pelipur. Hanya seutas senyummu kujadikan penawar. Sorot matamu lekat-lekat menatap tepat di kedua bola mataku. Rekah senyummu diam-diam menyembur beriring bersama aliran darahku, membuat hasrat itu menjadi terberai-berai membentuk beberapa bagian. Sebagiannya lenyap musnah tersapu angin sendalu, sebagiannya lagi malah membelah diri membentuk embrio-embrio khayal dan hasrat-hasrat yang baru. Membuatnya tak mempan lagi dengan sorotan mata dan senyummu itu. Menjadikannya rentan dan semakin kecanduan.

            Maka jangan menyalahkanku bila kuingin memandangi raut wajahmu setiap inci demi incinya ketika kita bertemu. Pun jangan pula melarangku berkelakar tentang berbagai keanehan-keanehan di kehidupan sekitar. Cuma ingin memandangi garis wajahmu secara mendetail, kemudian merekamnya dalam memoriku. Hanya sekadar ingin membuatmu tertawa saja, melihatmu tersenyum. Lalu dengan khidmat akan kupandangi dengan saksama seutas senyummu saat itu. Berharap ketika malam mendatangiku kembali dalam kesendirian, pun aku sudah punya penawar untuk sejenak menimpali gigilnya sepi yang dihadirkanya. Namun sayang, itupun tak cukup menjadikannya mujarab. Sampai akhirnya pagi mendapatiku kembali tersungkum di pelataran mimpi. Tak kuasa menahan hasrat yang semakin menjeratku sekaligus mendamaikan itu.

Kadang, kita tak perlu berkata-kata untuk mengungkapkan betapa cinta dan rindunya kita atas seseorang.

Akhirnya, akupun harus pasrah mengakuinya. Rinduku tak punya nyali untuk menyulam kata-kata. Aku hanya ingin kau memahaminya saja. Maka di saat bertemu nanti, tariklah nafasmu dalam-dalam, lalu tahanlah barang sejenak. Hembuskan selega-leganya tatkala matamu telah menyaksikan damai senyumku. Kemudian biarkan tubuhmu rebah bersandar di bahuku, bersama menyaksikan sebidang langit yang bertudung sutra senja. Sebuah penanda bahwa kau dan aku sama-sama telah memahaminya. (*)

(Makassar, 07 April 2012)

2 comments:

  1. Sangat dalam....Very nice...I Like this...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayahanda Naja mgkin bisa mmpraktikkannya kpd istri tercintanya tatkala brtemu nanti,ckckck,,,

      Delete