13/04/2012

Kausalitas

MEKAR sakura tidak akan kembali ke semerbaknya kecuali telah melalui musim-musim yang mendedernya. Pun demikian dengan cinta, tidak akan bersemi kecuali setelah melewati perpisahan. Ada sebab yang mengharuskannya seperti itu, ada akibat yang menjadikannya demikian. Satu sebab hanya akan menghasilkan satu akibat pula, dan hanya terjadi pada dimensinya masing-masing. Kupahami itu sebagai kausalitas.

Dengarlah lagi barang sejenak kidung sederhana ini. Kemarin aku adalah burung bebas. Singgah sesuka hati melepas dahaga di tepian sungai-sungai berbatu cadas. Berenang lepas di angkasa luas dan sesekali hinggap di pucuk ranting-ranting pepohonan tak bertuan. Sekadar untuk menyiulkan beberapa kicauan yang sumbang lalu mengikuti kawanan yang berlalu pulang. Dan ketika malam hari, aku seperti pemabuk yang tak pernah absen meneguk arak. Selalu bangun kesiangan, tak memedulikan suara langit yang terus meraung memanggil-manggil. Meragukan keniscayaan-Nya, acuh tak acuh saja seakan hidup untuk selamanya. Tidak peduli dengan segala sebab, apalagi sampai memikirkan akibat yang akan terjadi.

Bahkan kemarin aku seperti musafir di sahara yang mengharap oasis di tengah kelana pengembaraan. Berjalan sendirian di belantara akal tanpa ide dan berasa sepi di tengah riuh rendah para penghibur. Kanan kiri hanya ilusi yang menyuguhkan kenikmatan sesaat. Muka belakang cuma fatamorgana yang menyajikan beragam obsesi semu yang bias. Aku hanya sebatas mimpi-mimpi para pembual, merayap di bawah sayap-sayap malam para penidur, dan berkelana dalam angan-angan penghayal di siang bolong.

Dan lihatlah hari ini. Kau mendapatiku tersungkur tak berdaya setelah tersingkir sebab lelah merasai penat yang tak berkesudahan itu. Disudutkan pada perspektif yang berat sebelah, dihinakan oleh beragam cemooh yang mencerca, serta dikucilkan dalam tatanan moralitas yang kadang hipokrit. Kau malah cuek tak menimpali apa-apa, hanya menepisnya sebagai angin sendalu. Kemudian kau menopangku bangkit beriring menerobos tembok-tembok besar yang men-stagnan-kan moralitas dan pikiranku itu.

“Memang sulit untuk disudahi tapi mulailah untuk mengakhiri!” katamu bijak berpetuah. Super sekali. Nasihatmu seakan melampaui si motivator Golden Ways itu. Kuatku ingin mengacungkan dua jempol tapi lemah cukup dalam hati.



Menghilangkan sebab berarti pula menghilangkan akibat. Banyak dari sebab-sebab kehidupanku yang telah kau berai dari kusutnya laku yang kini berkalut sesal. Konsekuensi dari hal itu pun tertuai pada beragam akibat yang telah kita rasai bersama saat ini. Kau pasrah meyakininya sebagai takdir, malah aku mafhum mensyukurinya sebagai hidayah.

“Bermimpilah, karena Tuhan akan merangkul mimpi-mimpimu!” ujarmu dulu meniru Arai dalam novel Sang Pemimpi –hadiahmu empat tahun yang lalu. Kau telah mengajariku segalanya tentang mimpi. Darimu aku kembali bisa bermimpi. Sebuah mimpi yang hakiki dan dilandasi sebuah tafakur yang sungguh-sungguh serta konsisten dalam keistikamahan.

Apakah kau sudah bisa memahami cinta seorang lelaki sederhana yang selalu merasa dangkal dalam memaknai segala kebijaksanaan kehidupan? Apakah kau akan merasa puas dengan cinta seorang lelaki bersahaja yang senantiasa berusaha membuaimu dengan kedamaian yang beraneka? Belum sempat kau jawab, suara langit terlanjur memanggil-manggil. Kita beranjak berlalu ke Nurul Baried seraya melayangkan senyum satu sama lain.

“Akan tetap statis pada satu hati, stagnan tak berpaling, kemarin, saat ini, esok, selamanya!” bisikmu pelan ketika memasuki gerbang surau itu.

(Makassar,  28 Februari 2008/ 12 April 2012)

8 comments:

  1. Woowww.. Indah Indah haru dan Lembuat kata kata demi kata yang telah anda rakit. Perlahan saya merasa di atas pundak anda dan lemparkan di atas langit agar bisa terbang bersama burung burung yang sempat liar... Luar biasa kawan...

    #salam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terbang bersama kata-kata. Terima kasih atas pujiannya bang kumis jaim.,hehee.
      #Salam kenal :)

      Delete
  2. Semoga satu hati yang telah berjanji kepadamu akan tetap setia mendampingi tuk merangkai mimpi bersama dan mengurai sebab akibat lainnya yang telah menunggu...

    ReplyDelete
  3. pilihan katanya sangat menarik mas....salam kenal

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mas Robin..:) Salam kenal balik.

      Delete
  4. diksi yang tepat kawan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, kawan Fajrin. Salam kenal :)

      Delete