02/03/2012

Peti dan Kunci

KUPIKIR hanya sejenak meninggalkannya di daratan itu, berbekal rasa kecewa memilih berlayar, mencari sebuah peti harapan yang terombang-ambing di tengah lautan ketergantungan. Belum sempat kutemukan, perahuku terseret oleh ombak besar, yang tanpa sengaja terdampar pada sebuah pulau baru. Keyakinanku bahwa suatu saat nanti peti itu pasti akan kutemukan dan kukembalikan ke daratan yang sesungguhnya, bersama dengannya tentu.

Sebuah daratan yang sebenarnya menjadi tempat terakhirku untuk menjalani hidup bersamanya. Peti itu memiliki sebuah kunci abadi yang ia kalungkan di lehernya. Kita tak pernah tahu isinya jika peti tak ditemukan dan tak dipertemukan dengan kuncinya.

***

Telah menjadi predestinasi-Nya, menciptakan segala bentuk rupa dengan desain alam yang sedemikian apik, mengombinasikan segala teka-teki kehidupan bagai sebuah rangkaian puzzle yang menginginkan adanya keterbentukan dari keinginan yang seharusnya. Entah ia terbentuk secara mekanis, alamiah, maupun karena adanya campur tangan manusia. Itulah hidup, sebuah misteri bagi kehidupan manusia saat ini, yang kemudian akan terpecahkan dengan sendirinya oleh beberapa pemikiran-pemikiran cerdas manusia di masa yang akan datang. Pecahan-pecahan itu pun akan terurai menjadi beberapa problem yang menuntut adanya sebuah pemecahan yang solutif dan cerdas dengan segala bentuk ketajaman pola pikir manusia mengikuti alur zaman yang konon semakin edan. Apapun itu, segala dinamika kehidupan ini akan terus terangkai mengiringi progresivitas paradigma pemikiran manusia.

Sama halnya dengan beberapa bentuk-bentuk dikotomi yang bersimbiosis mutualisme. Ada pria ada wanita. Ada yang kaya ada pula yang miskin. Ada kebencian dan ada kerinduan, dan seterusnya. Semua itu potret kehidupan manusia dengan dua sisi mata uang yang independentif namun akan berarti bila bereaksi secara bersama. Akan tercipta nuansa baru ketika dua hal tersebut disatukan, atau lebih tepatnya dipertemukan. Semua orang tahu dan mengetahui ada hal apa apabila yang demikian itu terjadi. Contohnya adalah peti dan kunci, yang selanjutnya akan menjadi sebuah kisah menarik namun sedikit tragis, menurutku.

Ungkapan “peti dan kunci” berangkat dari sebuah bentuk kontemplasi diri, hasil renungan kurang sempurna, sebuah kisah penyesalan akan cinta yang tak begitu jelas dan mengambang. Sebuah rajutan kasih yang mungkin pantas disebut sebagai cinta yang naif dan tak berbalas. Colombus yang ketika berlayar di lautan, tanpa kesengajaan dan perencanaan menemukan sebuah pulau baru yang tak berpenghuni, Amerika. Sebuah penemuan tempat kehidupan yang baru, akumulasi dari ketidaksengajaannya akan rasa putus asa bercampur optimisme akan harapan dari mimpi yang belum jelas realisasinya itu. Pulau yang merupakan cikal bakal bertenggernya sebuah negara Adi Daya dengan segala bentuk hiruk-pikuk kemajemukan dalam sistem kehidupannya yang telah menjadi kiblat bagi negara-negara kecil dan berkembang lainnya. Sebuah konsekuensi dari hukum rimba yang dikemas sedikit santun dan lebih modern.

Tentu Amerika bukanlah jadi tempat penjelajahanan terakhir dari segala pengembaraan Colombus. Bukan juga menjadi tempat dimana peti dan kunci itu akan dipertemukan. Amerika hanyalah sebuah tempat yang menjadi rangkaian dari pengembaraan kedewasaan diri yang tak kunjung dimengerti, walaupun telah banyak yang telah tergores dengan berbagai sentuhan kreatif dengan sedikit inovasi, tapi kepuasan hati bukan ketika melihatnya menjadi populer dengan segala riak kemegahannya, melainkan segala bentuk kedamaian jiwa akan bersemi ketika berada pada tempat yang sesungguhnya, bersamanya di daratan sebelumnya, menyaksikan pertemuan monumental lagi fenomenal, peti dan kunci itu.

Apakah Amerika harus bersyukur dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Colombus yang telah menemukannya? Ataukah penemuan tak terencana Colombus itu bukanlah suatu hal yang perlu disesali karena sebenarnya bukan itu yang menjadi tujuan terakhir pencariannya? Manakah yang seharusnya mensyukuri atas apa yang telah tejadi tanpa memperdulikan segala dampak kemegahan yang telah ada?

Terlalu banyak tanya yang menggiring kesungguhan hati untuk mencoba menguak misteri dari abstraknya kisah ini. Biarlah ia mengalir seperti air, mengikuti lengkungan-lengkungan tepian sungai yang tak beraturan. Toh akhirnya semua akan bermuara ke lautan luas. Seperti sajaknya dulu kepadaku “entah apa kehendak rasa, rinainya jatuh di tempat yang ia suka”.

Ada apa ketika peti dan kunci itu bertemu? Misteri apa yang telah tersembunyi sejak sekian lama di dalamnya, sampai ketika peti telah ditemukan? Inilah yang menjadi bahan renungan selanjutnya karena kisah ini masih dalam proses ke arah realisasi mimpi-mimpi besarku. Apapun isi dari peti itu tidaklah jadi soal. Proses pencarian peti di lautan itulah yang menjadi kemenarikannya, sekaligus kadang menjadi ketragisannya pula. Proses menuju pertemuan keduanyalah yang mesti dinikmati dan disyukuri. Kelak, bersamanya menyaksikan pertemuan antara “Peti dan Kunci”. (*) 

(Sepenggal kisah yang lalu)

4 comments:

  1. Anonymous2/3/12 20:44

    Bagi pecinta cerpen, artkel, dan semacamnya, tulisan ini dapat menjadi bahan pembelajaran. Terus berkarya sahabat maya, karena ada cahaya dibalik perjuangan panjang menuju cita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedang merintis sebuah mimpi. Thanks shbt maya, teruskan...

      Delete
  2. Mudah2an mimpi yang Dinda Ristis kelak akan jadi nyata...
    tetap berkarya ya... Saya tunggu tulisan berikutnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trima kasih bunda 01, doakan..heheee..

      Delete