18/03/2012

Cemburu


DI senja ini aku adalah sepatah kata yang tak bermakna. Sayapku patah melunglai tak berdaya. Rapuh bersimbah penat dan jerih. Hanya seperti konjungsi dalam kalimat tak beraturan. Hanya seperti muara yang mengasimilasi sungai ke lautan luas. Hanya seperti senja yang mengantarkan siang ke peraduan malam. Bingung menerangkan arti tentang maksud hati yang selalu bersenandung sumbang.

Aku ingin mencintaimu secara sederhana, seperti kata yang tak mampu mengungkap sesuatu secara sempurna. Tak cukup kata untuk menjelaskannya. Tak cukup arti untuk mendefinisikannya. Tak cukup tanda untuk memaknainya. Pernah kutawarkan tentang cinta yang sederhana kepadamu, pun sepadan dengan syukur dalam caramu menerimanya.

Kau bagai angin di bawah sayapku. Tanpamu, sendiri aku tak bisa seimbang. Sejenak telah kucoba sumbar merajai angkuhku. Seketika ciut menyadari lemahku tak bersandingmu. Lalu kepada siapa jerit ini kutengadahkan? Kepada siapa penat ini kukeluhkan? Kepada siapa payah ini akan kujerihkan? Pun senja tak menimpali apa-apa. Sekadar untuk menyiratkan peduli melalui lembayung di ujung samudera.

Di senja ini aku tahu kau sedang apa dan di mana. Pikiranku pasrah mengizini, hatiku sengal mengingkari. Seperti madu, hanya mencair di depan api dan tak membeku kecuali bila diletakkan di atas es. Tak mencair, pun tak membeku. Siang sekan lambat melambai malam, pun malam enggan merangai siang. Sendiri aku di sini, bersama senja yang tak berkesudahan. Kini aku rela mengakui, aku sedang cemburu.

(Di senja hari, Makassar, 18 Maret 2012)

2 comments:

  1. sebuah pengakuan yang jujur dari dalam hati sang penulis...Who Is She?

    ReplyDelete