15/03/2012

Go Ahead

TENTANG hujan, aku pernah berceloteh tentangnya kepadamu. Kita ini seperti hujan. Kita menguap bersama di lautan, merintik bersama di permukaan, terberai ke sana kemari karena sungai yang beraneka lintas. Tak peduli dengan seberapa teriknya matahari saat itu, tak peduli dengan seberapa bencinya mereka yang hendak bepergian, tak peduli dengan seberapa dahaganya sawah-sawah tadah hujan yang selalu puso. Mari kita pedulikan diri kita saja. Karena, kadang peduli kita kepadanya, mereka bilang, telat. Sering peduli kita kepadanya, mereka bilang, belum saatnya. Tak jarang juga peduli kita kepadanya, mereka bilang, Alhamdulillah.
 
Mari kita berbasah-basahan saja dalam hujan kita sendiri. Biarkan mereka sibuk dengan jabatannya yang kadang tak amanah, biarkan mereka linglung dengan ibadah-ibadah agamanya, biarkan juga mereka tetap istikamah dengan tanggungjawabnya. Toh kita akan ke laut juga. Memulai sebuah permulaan-permulaan baru, membuat kita selalu tampak baru di hati dan pikiran mereka.

Seperti kidung bijakmu kemarin sore, “jarak tahun ke tahun hanyalah sebuah relativitas. Sebuah permulaan yang berubah menjadi permulaan kembali. Suatu masa selalu menuju ke pemberhentian, namun hanya untuk memastikan dimulainya kembali sebuah permulaan. Layaknya siklus, berulang dan terus berlanjut. Dunia tak membiarkan suatu hal berhenti sepenuhnya, tak ada yang benar-benar selesai. Keterbatasan tak selamanya berakhir miris.” Takjub aku mendengarnya.

Tak perlu risau dengan cercaan yang –akan dan selalu- mendengki kita. Pun tak penting pula mencari dukungan dari mereka untuk sebuah pengakuan. Hujan kita akan tetap pada siklusnya, mereka tetap pada jalannya masing-masing. Go ahead sajalah.

(Ditemani hujan yang sedang merintik, Makassar, 15 Maret 2012)

4 comments:

  1. tadah dan simpan rintiknya jika tlah saatnya relakan menguap agar kembali menjadi hujan. Tos!!! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitu dan akan selalu begitu, karena siklusnya adalah kesetiaannya. Tossnya dibalas :)

      Delete
  2. sebuah keputusasaan dari seorang penulis rupanya....? Salam Ukhuwah

    ReplyDelete
  3. Malah sebaliknya bang Popoh. Sedang bangkit meninggalkan dekadensi,hehee... Salam kembali :)

    ReplyDelete