03/07/2012

Satu Kaleng Susu Cap Bendera

Jika seorang ibu melahirkan di malam buta, kelak anak yang dilahirkannya akan berkulit gelap. Kalaupun besarnya nanti berparas rupawan dan memiliki gingsul, derajatnya akan naik menjadi ‘hitam manis’. Sebaliknya, jika dilahirkan di siang hari, kulitnya akan berwarna cerah juga. Terlalu cerah juga tak elok. Bisa-bisa jadi pucat. Sementara aku yang terang-terangan dilahirkan di Jumat siang, harus menerima kenyataan pahit bahwa kulitku bolong –warna hitam sebutan orang bugis? Apakah karena aku dilahirkan di waktu siang bolong? Seperti itulah orang-orang kampung dulu memberikan filosofi asal mula warna kulit. Pikirku terlalu kampungan mereka memberikan hipotesis asal-asalan seperti itu.
Sejak dilahirkan 26 tahun yang lalu, sampai sekarang, orang-orang di kampung masih sangat betah memanggilku bolong kappu­ –hitam pekat. Memang jikalau dideretkan dengan tiga saudaraku, tampak jelas warna kulitku berada di sebelah kanan paling ujung, jika urutan yang kulitnya putih dimulai sebelah kiri –seperti pada indikator perubahan warna kulit produk-produk kecantikan. Bukan hanya itu, aku yang secara kronologis merupakan anak bungsu, masih saja dianggap lebih tua dari kakak-kakakku. Apa coba. Apakah warna kulit memengaruhi proses penuaan?
Di suatu kesempatan aku pernah menayakan hal ini kepada ibuku.
“Dulu waktu ngidam kamu, Ibu sering minum kopi ketimbang minum susu cap bendera, Nak,” jawabnya sekonyong-konyong.
Lantas apakah ketika ibu sedang ngidam, kopi dan susu juga berpengaruh terhadap warna kulit anak? Apa ini ilmiah? Sudahlah, tulisan ini bukan melulu menyoal tentang halusinasi warna kulit. Melainkan tentang susu. Tepatnya susu cap bendera yang dimaksud ibuku tadi. Tak ada inovasi yang lahir dari otak orang-orang yang terus-terusan berhalusinasi.
Hal itulah yang akan kuceritakan kepadamu, Idea. Beberapa kisah tentang masa laluku yang tak seindah masa-masa kecilmu. Barangkali saja dulu ibumu sering membuatkanmu segelas susu sebelum tidurmu. Aku tahu kalau sejak kecil kau menyukai susu kental manis cap bendera itu. Apalagi yang rasa cokelat. Pun aku tahu betul bahwa susu sangat membantu dalam proses pertumbuhan fisik dan otak anak. Supaya bisa sehat dan tentu cerdas-cerdas. Dan itu tampak jelas terlihat padamu sekarang. Walaupun badanmu tidak terlalu montok, Idea yang kukenal sangat cerdas dan kreatif dalam berinovasi. Tak usah menampiknya kalau ternyata aku berlebihan. Paling tidak kau bisa lebih memahamiku, mengerti mental dan pola pikirku sebagai seorang yang pernah hidup dengan kondisi keluarga yang sangat pas-pasan dan jarang minum susu.
***
Orang-orang di kampungku sangat suka dengan yang berbau bendera, termasuk susu yang bergambar bendera. Setiap upacara pengibaran bendera merah-putih 17 Agustus di lapangan, semuanya turut khidmat memberi penghormatan. Mengerek bendera setengah tiang karena Presiden Soeharto wafat, mereka juga keranjingan. Apalagi menjelang hari ulang tahun kabupaten, warga kampung sangat antusias menaikkan umbul-umbul segala macam warna. Walaupun mereka sangsi bapak bupati akan berkonvoi memasuki kampung yang terbilang jauh itu. Terkecuali kalau sedang ada pilkada, itu lain ceritanya.
Kalau kau membuka peta Kabupaten Pinrang, kampungku terletak di ujung paling utara kota kabupaten. Diapit oleh gunung yang berderet semena hati, dan pesisir pantai yang memanjang tak berpasir putih. Makanya, pembangunan dan jalan-jalannya tidak akan sebagus yang ada di kota. Itu lumrah bagi kampung-kampung yang berada di daerah-daerah perbatasan, termasuk kampungku, Pajalele. Mainan-mainan impor dari China juga sangat susah didapat di sana. Apalagi game sekaliber Play Station (PS-3), jangan mimpi. Yang ada cuma mainan rakitan mobil-mobilan dari kaleng-kaleng bekas. Aku sendiri tak tahu itu bekas dari kaleng apa. Aku belum tahu apa-apa. Saat itu umurku baru menginjak umur sekira lima tahun. Yang aku tahu kaleng bekas itu memiliki bungkusan bergambar menyerupai bendera. Orang-orang di kampungku juga masih jarang yang fasih membaca. Apalagi yang berbahasa Inggris, jangan tanya lagi. Mana tahu mereka dengan “Frisian Flag”. Cukup dengan melihat gambarnya saja, sekena-kenanya susu itu mereka beri sebuah cap nama, susu cap bendera.
Susu kaleng yang memiliki label Halal dari Majelis Ulama Indonesia itu sangat berterima di kalangan mana saja. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai jompo-jompo, terkecuali bayi. Sangat paslah dikonsumsi oleh keluarga di berbagai tingkatan. Apalagi jika sedang terindikasi kurang darah. Gejala-gejalanya seperti: kantong mata tampak hitam, setelah duduk lama penglihatan berkunang-kunang, dan badan terasa kurang bertenaga.
Gejala seperti itu pernah dialami ayahku. Oleh ibu bidan desa, ayahku diberi sebuah resep sederhana: 1 kaleng susu cap bendera. Dengan sigap aku menebus resep itu di pasar. Segera kuhunus sebuah belati milik ibu di dapur. Kemudian kutusukkan ke bagian atas kaleng susu itu sampai membentuk dua lubang. Keluarlah cairan kental putih di salah satu lubangnya. Ayahku langsung menenggaknya tanpa diseduh air panas, sampai tersisa hanya sepertiganya. Kau tau? Sepertiganya itu disisakan untukku.
“Ini minuman halal, Nak. Minumlah supaya kau bisa tumbuh jadi anak yang cerdas dan bisa rangking satu,” katanya mengakhiri prosesi pengobatan yang agak sedikit kampungan itu.
Bagi keluargaku, kesempatan meminum susu merupakan kegiatan yang sangat langka kami lakukan. Terkecuali hanya kalau sedang sakit, ataukah sedang ada tamu terhormat yang datang berkunjung ke rumah.
***
Beberapa hari yang lalu sepulang dari  kampung, aku diserang demam. Imbas dari flu yang luar biasa itu menderaku minta ampun. Tak ada yang bisa kulakukan selain hanya pasrah dan tertidur. Tubuhku lemah karena badan semakin panas. Tak ada seorang ibu yang bisa merawatku. Itulah konsekuensi dari seorang mahasiswa bujang yang hidup jauh dari kampung halaman.
Kau sedang sibuk dengan pekerjaanmu. Aku sengaja tak memberitahumu. Aku tak mau mengganggu aktivitas kantormu. Namun karena feeling-mu terlalu tajam, pun tak lama akhirnya kau mengetahuinya. Kau datang menjengukku dengan membawa bungkusan putih merek sebuah mini market. Aku acuh tak memedulikannya. Yang aku butuhkan hanyalah perhatianmu. Wajahmu meringis melihatku terkulai lemas. Kau merawatku sampai benar-benar aku merasa nyaman dan bisa tertidur pulas. Hingga tak terasa malam sudah hampir larut, kau berlalu pulang dengan segudang cemas. Segera kubuka bungkusanmu. Kulihat beberapa buah-buahan segar dan satu kaleng susu cap bendera terselip di dalamnya. (*)


Pajalele–Makassar, 3 Juni 2012

(Halaman pada blog ini diikutsertakan dalam Kontes Blog dengan tema "Susu Inovasi yang Sehat dan Halal untuk Pertumbuhan Anak" kerjasama Blogdetik dengan LPPOM MUI dan Frisian Flag)

4 comments:

  1. Anonymous3/7/12 18:03

    Amazing... after read this blog I'll try to drink it again, like when I was a child... :-)

    ReplyDelete
  2. Anonymous5/7/12 13:59

    wala2. Mantap gan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sy suka bahasanya. Makasih gan... :)

      Delete