Jika seorang ibu melahirkan di malam buta,
kelak anak yang dilahirkannya akan berkulit gelap. Kalaupun besarnya nanti berparas
rupawan dan memiliki gingsul, derajatnya akan naik menjadi ‘hitam manis’.
Sebaliknya, jika dilahirkan di siang hari, kulitnya akan berwarna cerah juga. Terlalu
cerah juga tak elok. Bisa-bisa jadi pucat. Sementara aku yang terang-terangan dilahirkan
di Jumat siang, harus menerima kenyataan pahit bahwa kulitku bolong –warna hitam sebutan orang bugis?
Apakah karena aku dilahirkan di waktu siang bolong? Seperti itulah orang-orang
kampung dulu memberikan filosofi asal mula warna kulit. Pikirku terlalu kampungan
mereka memberikan hipotesis asal-asalan seperti itu.
Sejak dilahirkan 26 tahun yang lalu, sampai
sekarang, orang-orang di kampung masih sangat betah memanggilku bolong kappu –hitam pekat. Memang
jikalau dideretkan dengan tiga saudaraku, tampak jelas warna kulitku berada di sebelah
kanan paling ujung, jika urutan yang kulitnya putih dimulai sebelah kiri
–seperti pada indikator perubahan warna kulit produk-produk kecantikan. Bukan
hanya itu, aku yang secara kronologis merupakan anak bungsu, masih saja
dianggap lebih tua dari kakak-kakakku. Apa coba. Apakah warna kulit memengaruhi
proses penuaan?
Di suatu kesempatan aku pernah menayakan hal
ini kepada ibuku.
“Dulu waktu ngidam kamu, Ibu sering minum
kopi ketimbang minum susu cap bendera, Nak,” jawabnya sekonyong-konyong.
Lantas apakah ketika ibu sedang ngidam, kopi
dan susu juga berpengaruh terhadap warna kulit anak? Apa ini ilmiah? Sudahlah,
tulisan ini bukan melulu menyoal tentang halusinasi warna kulit. Melainkan
tentang susu. Tepatnya susu cap bendera yang dimaksud ibuku tadi.
Tak ada inovasi yang lahir dari otak orang-orang yang terus-terusan
berhalusinasi.
Hal itulah yang akan kuceritakan kepadamu,
Idea. Beberapa kisah tentang masa laluku yang tak seindah masa-masa kecilmu. Barangkali
saja dulu ibumu sering membuatkanmu segelas susu sebelum tidurmu. Aku
tahu kalau sejak kecil kau menyukai susu kental manis cap bendera itu. Apalagi
yang rasa cokelat. Pun aku tahu betul bahwa susu sangat membantu dalam
proses pertumbuhan fisik dan otak anak. Supaya bisa sehat dan tentu
cerdas-cerdas. Dan itu tampak jelas terlihat padamu sekarang. Walaupun badanmu
tidak terlalu montok, Idea yang kukenal sangat cerdas dan kreatif dalam berinovasi.
Tak usah menampiknya kalau ternyata aku berlebihan. Paling tidak kau bisa lebih
memahamiku, mengerti mental dan pola pikirku sebagai seorang yang pernah hidup
dengan kondisi keluarga yang sangat pas-pasan dan jarang minum susu.
***
Orang-orang di kampungku sangat suka dengan yang
berbau bendera, termasuk susu yang bergambar bendera. Setiap upacara pengibaran
bendera merah-putih 17 Agustus di lapangan, semuanya turut khidmat memberi
penghormatan. Mengerek bendera setengah tiang karena Presiden Soeharto wafat, mereka
juga keranjingan. Apalagi menjelang hari ulang tahun kabupaten, warga kampung
sangat antusias menaikkan umbul-umbul segala macam warna. Walaupun mereka sangsi
bapak bupati akan berkonvoi memasuki kampung yang terbilang jauh itu.
Terkecuali kalau sedang ada pilkada, itu lain ceritanya.
Kalau kau membuka peta Kabupaten Pinrang, kampungku
terletak di ujung paling utara kota kabupaten. Diapit oleh gunung yang berderet
semena hati, dan pesisir pantai yang memanjang tak berpasir putih. Makanya,
pembangunan dan jalan-jalannya tidak akan sebagus yang ada di kota. Itu lumrah
bagi kampung-kampung yang berada di daerah-daerah perbatasan, termasuk
kampungku, Pajalele. Mainan-mainan impor dari China juga sangat susah didapat
di sana. Apalagi game sekaliber Play Station (PS-3), jangan mimpi. Yang
ada cuma mainan rakitan mobil-mobilan dari kaleng-kaleng bekas. Aku sendiri tak
tahu itu bekas dari kaleng apa. Aku belum tahu apa-apa. Saat itu umurku baru
menginjak umur sekira lima tahun. Yang aku tahu kaleng bekas itu memiliki bungkusan
bergambar menyerupai bendera. Orang-orang di kampungku juga masih jarang yang
fasih membaca. Apalagi yang berbahasa Inggris, jangan tanya lagi. Mana tahu
mereka dengan “Frisian Flag”. Cukup
dengan melihat gambarnya saja, sekena-kenanya susu itu mereka beri
sebuah cap nama, susu cap bendera.
Susu kaleng yang
memiliki label Halal dari Majelis Ulama Indonesia itu sangat berterima di
kalangan mana saja. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai jompo-jompo,
terkecuali bayi. Sangat paslah dikonsumsi oleh keluarga di berbagai tingkatan. Apalagi
jika sedang terindikasi kurang darah. Gejala-gejalanya seperti: kantong mata
tampak hitam, setelah duduk lama penglihatan berkunang-kunang, dan badan terasa
kurang bertenaga.
Gejala seperti itu pernah dialami ayahku. Oleh
ibu bidan desa, ayahku diberi sebuah resep sederhana: 1 kaleng susu cap
bendera. Dengan sigap aku menebus resep itu di pasar. Segera kuhunus sebuah
belati milik ibu di dapur. Kemudian kutusukkan ke bagian atas kaleng susu
itu sampai membentuk dua lubang. Keluarlah cairan kental putih di salah satu
lubangnya. Ayahku langsung menenggaknya tanpa diseduh air panas, sampai tersisa
hanya sepertiganya. Kau tau? Sepertiganya itu disisakan untukku.
“Ini minuman halal, Nak. Minumlah supaya
kau bisa tumbuh jadi anak yang cerdas dan bisa rangking satu,” katanya mengakhiri prosesi pengobatan yang agak
sedikit kampungan itu.
Bagi keluargaku, kesempatan meminum susu
merupakan kegiatan yang sangat langka kami lakukan. Terkecuali hanya kalau
sedang sakit, ataukah sedang ada tamu terhormat yang datang berkunjung ke
rumah.
***
Beberapa hari yang lalu sepulang dari kampung, aku diserang demam. Imbas dari flu
yang luar biasa itu menderaku minta ampun. Tak ada yang bisa kulakukan selain hanya
pasrah dan tertidur. Tubuhku lemah karena badan semakin panas. Tak ada seorang
ibu yang bisa merawatku. Itulah konsekuensi dari seorang mahasiswa bujang yang hidup
jauh dari kampung halaman.
Kau sedang sibuk dengan pekerjaanmu. Aku sengaja
tak memberitahumu. Aku tak mau mengganggu aktivitas kantormu. Namun karena feeling-mu terlalu tajam, pun tak lama
akhirnya kau mengetahuinya. Kau datang menjengukku dengan membawa bungkusan
putih merek sebuah mini market. Aku acuh tak memedulikannya. Yang aku butuhkan
hanyalah perhatianmu. Wajahmu meringis melihatku terkulai lemas. Kau merawatku
sampai benar-benar aku merasa nyaman dan bisa tertidur pulas. Hingga tak terasa
malam sudah hampir larut, kau berlalu pulang dengan segudang cemas. Segera kubuka
bungkusanmu. Kulihat beberapa buah-buahan segar dan satu kaleng susu cap
bendera terselip di dalamnya. (*)
Pajalele–Makassar, 3 Juni 2012
(Halaman pada blog ini diikutsertakan dalam Kontes Blog dengan tema "Susu Inovasi yang Sehat dan Halal untuk Pertumbuhan Anak" kerjasama Blogdetik
dengan LPPOM MUI dan Frisian Flag)
Amazing... after read this blog I'll try to drink it again, like when I was a child... :-)
ReplyDeleteThanks..:)
Deletewala2. Mantap gan
ReplyDeleteSy suka bahasanya. Makasih gan... :)
Delete